GoldenNews.co.id, Minahasa Utara — Anak perusahaan PT Archi Indonesia Tbk yakni PT. Maeres Soputan Maining (MSM)/ PT. Tambang Tondano Nusajaya (TTN) tidak bisa memberikan alasan atau bantahan lagi ketika Kuasa Hukum bersama keluarga Ludong dan Keluarga Loloh Wantah mendatangi kantor Community PT.MSM/TTN yang berlokasi di Desa Rinondoran kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Jum’at (12/5/2023)
Seperti yang telah kita ketahui, kedua keluarga ini (Jonathan Ludong- Loloh Wantah,red) adalah pemilik yang sebenarnya dari lokasi lahan SHM no. 149/Pinasungkulan, SHM 135, 136/Pinasungkulan yang sudah di eksploitasi bahkan sudah dilakukan pekerjaan lainnya namun sampai saat ini belum juga ada kejelasan dari pihak perusahaan untuk pembayaran dari tanah tersebut.
Pemilik lahan SHM 149, 135, 136/Pinasungkulan yakni Keluarga Ludong dan Keluarga Loloh-Wantah dengan diwakili dan didampingi oleh Kuasa Hukumnya Noch Sambouw, SH MH CMC saat pertemuan tersebut pegang sertifikat SHM asli, warkah tanah, hasil plotingan tanah, dan klarifikasi dari Kepala BPN Kota Bitung jika sertifikat tersebut tidak tumpang tindih (Overlapping) atau objek tanah dan Sertifikat tidak ada masalah.
Surat, Kepala BPN Kota Bitung Nomor : MP.01.02/297-71.72/IV/2023 dan Surat Nomor : MP.01.02/299-71.72/IV/2023 telah menyebutkan pihak Jonathan Dixon Ludong (SHM No. 149/Pinasungkulan) dan pihak Neltje Loloh (SHM No. 135 dan 136/Pinasungkulan) bersama pihak PT. MSM/PT. TTN meneliti penguasaan/pemilikan masing-masing pada bidang tanah SHM dimaksud untuk penyelesaian secara musyawarah.
Maka pihak keluarga Ludong dan Keluarga Loloh-Wantah telah melakukan penelitian berdasarkan fakta yang ada , sehingga didapati tidak ada permasalahan mengenai keberadaan data yuridis dan data fisik SHM No. 149/Pinasungkulan milik keluarga Ludong juga SHM No. 135 dan SHM No. 136/Pinasungkulan milik Keluarga Loloh-Wantah.
Namum pihak PT. MSM/PT. TTN berdalih tanah-tanah sesuai SHM dimaksud diatas sudah terbayarkan atau ganti rugi/dilakukan pelepasan hak kepada pihak/orang lain.
“Pihak Perusahan PT. MSM/PT. TTN yang merupakan anak perusahaan PT. Archi Indonesia, Tbk bukan salah atau keliru melakukan pembayaran terhadap tanah SHM No. 135/Pinasungkulan dan SHM No.136/ Pinasungkulan atas nama Herman Loloh kepada pihak/orang lain tetapi hal itu dilakukan dengan sengaja,” ungkap Kuasa Hukum Keluarga Loloh-Wantah yang berprofesi sebagai Advokat juga Ahli Mediator Noch Sambouw, SH MH CMC.
“Jelas-jelas pembayaran tanah SHM No. 135/Pinasungkulan dan SHM No. 136/Pinasungkulan milik keluarga Loloh kepada keluarga Ondang dilakukan dengan sengaja bukan karena keliru,” sambung Sambouw.
Dalam pertemuan, Neltje mengatakan sebenarnya ada 4 (empat) SHM atas tanah yang merupakan 1 (satu) kesatuan hamparan tanah yakni SHM No. 135, SHM No. 136, SHM No. 137 dan SHM No. 138/Pinasungkulan milik keluarga Loloh- Wantah.
Dari luas tanah sesuai ke – 4 SHM tersebut sudah dibayarkan oleh pihak perusahan (PT. MSM/PT. TTN) atas 2 (dua) SHM yakni tanah dengan SHM No. 137 dan SHM No. 138 Pinasungkulan pada bulan September 2020.
Sedangkan 2 (dua) SHM yang lain yakni No. 135 dan No. 136 saat itu belum terbayarkan karena kedua SHM tersebut masih dijadikan agunan pinjaman/kredit di salah satu Bank, saat itu David Sompie selaku pimpinan perusahaan tambang emas terbesar di Sulawesi Utara itu menganjurkan agar melakukan pelunasan kredit dan mengambil 2 (dua) SHM tersebut agar tanah sesuai SHM tersebut bisa dibayarkan ganti rugi juga oleh perusahan tambang emas tersebut.
Namun setelah anjuran dari pimpinan perusahan tambang emas terbesar Sulut dilaksanakan, dan kedua SHM tersebut sudah berada di tangan-Nya, kemudian disodorkan ke anak perusahan PT. Archi Indonesia, Tbk untuk diusulkan dibayarkan ganti rugi/pelepasan hak , ternyata disambut dengan berita yang menjengkelkan karena menurut legal office Krisna Nugroho dan bagian land Fanly Legras PT. MSM/PT. TTN bahwa tanah sesuai dua SHM tersebut sudah terbayarkan kepada orang/pihak lain yakni kepada keluarga Devi Ondang.
“Jika perusahan telah sengaja membayar ke pihak lain bukan pada pemilik tanah asli maka kerugian tersebut adalah perbuatan salah , dari personil manajemen perusahaan yang telah merugikan pihak perusahaan itu sendiri, dan perbuatan itu tidak bisa dijadikan alasan untuk tetap menguasai serta mengolah objek tanah milik masyarakat sebagai lokasi pertambangan emas bagi anak perusahan PT. Archi Indonesia, TBK apalagi tanah-tanah tersebut telah bersertifikat Hak Milik.
Perbuatan itu bukan lagi disebut sebagai kesalahan prosedur dalam melakukan pembebasan lahan milik warga masyarakat tetapi sudah merupakan perbuatan tindak pidana penyerobotan dan pencurian hak warga masyarakat pemilik tanah,” sebut Sambouw dalam pertemuan.
Alih-alih mengakui telah membuat kesalahan tapi bagian land anak perusahan PT. Archi Indonesia, Tbk , Fanly Legras malah menyebutkan proses pembayaran tanah yang dilakukan terhadap tanah tersertifikat SHM No. 135 dan SHM No. 136/Pinasungkulan milik keluarga Loloh- Wantah kepada pihak/orang lain sudah dilakukan secara benar karena telah dilakukan di hadapan Lurah Pinasungkulan dan Camat Ranowulu.
Atas ungkapan dari bagian Land perusahaan, Fandly Legras tersebut, Sambouw pun menepisnya dan mengatakan pembayaran yang di lakukan dia (fandly) terhadap tanah SHM No. 135/Pinasungkulan, SHM No. 136/Pinasungkulan dan SHM No. 149/Pinasungkulan kepada orang/pihak lain yang bukan pemilik SHM-SHM tersebut adalah perbuatan yang salah dan melanggar peraturan perundangan bahkan itu sudah merupakan perbuatan pidana dengan sengaja menggelapkan hak milik orang lain .
Apalagi tanah-tanah tersebut sudah bersertifikat yang artinya sudah terdaftar di Badan Pertanahan Nasional, semestinya kalau akan melakukan pembebasan tanah tersebut harus melibatkan BPN Badan Pertanahan Nasional saat melakukan pembebasan tanah , agar bisa diketahui tanah-tanah mana yang sudah dibebaskan perusahaan yang nantinya akan menjadi tanah negara dikemudian hari.
Sambouw juga memberi saran kepada legal office perusahan Krisna Nugroho agar melakukan tugas sebagai legal dalam perusahan haruslah benar-benar mengikuti petunjuk peraturan perundangan yang berlaku agar tugas yang dilakukan tidak merugikan perusahan sekaligus tidak merugikan pihak perusahaan.
“ Jangan lagi jadikan tameng perijinan pertambangan kalian sebagai senjata untuk merampok tanah-tanah warga masyarakat, cara-cara lama yang kalian lakukan terhadap warga masyarakat yang belum mengerti hukum saat berhadapan dengan saya akan menjadi usang, cara-cara itu sangat bertentangan dengan peraturan perundangan, jadi stop kelabui dan bodohi warga masyarakat.
Kalau di waktu yang lalu oknum personil perusahaan sudah melakukan kesalahan , baik disengaja ataupun tidak sehingga telah merugikan warga masyarakat, mungkin juga merugikan perusahaan , jangan kalian buat saat ini.
Kalau ada permasalahan tanah milik warga masyarakat yang sudah salah bayar , maka haruslah diselesaikan. Bukan mengelak dan menjadikan aparat serta alat negara sebagai tameng, sehingga akan menghabiskan biaya besar hanya untuk mengelak dari masalah yang ada.
Lebih baik dana/uang yang dialokasikan kepada oknum-oknum aparat dan alat negara untuk menghambat warga masyarakat yang akan menuntut haknya atas tanah kepada perusahaan diberikan saja kepada warga masyarakat sebagai uang ganti rugi tanah mereka.
Agar tidak ada lagi permaslahan tanah yang dikelola sebagai lokasi tambang perusahaan, itulah solusi terbaik bukan sebaliknya. Legal kantor fungsinya menjaga jangan sampai ada permasalahan hukum di perusahan tersebut , dan apabila ada masalah selesaikan sesuai aturan hukum yang berlaku bukan malah membuat permasalahan hukum semakin mengada-ada, itu akan merugikan perusahaan dan memancing kemarahan dari warga masyarakat pemilik tanah.
Ingat baik-baik bahwa walaupun sudah memiliki perijinan tapi anak perusahan PT. Archi Indonesia, Tbk yakni PT. MSM/PT. TTN belum memiliki alas hak yang sah terhadap tanah-tanah tersertifikat tersebut diatas karena belum membayar ganti rugi kepada warga masyarakat yang berhak atas tanah tersebut sesuai SHM-SHM tersebut diatas.
Jadi perbuatan PT. MSM/PT. TTN yang telah menguasai dan mengelola tanah-tanah sesuai SHM tersebut diatas sesuai Konstitusi adalah merupakan perbuatan pidana,” terang Sambouw.
Dalam kesempatan itu, begini lontaran kalimat dari ibu Neltje Loloh dan jawaban dari legal perusahaan PT. MSM/PT.TTN secara bergantian.
“Pertemuan di kepolisian, dengan BPN dan kalian (legal perusahaan), masalah salah bayar jadi baku ator jo kata Kakan (Kepala Kantor BPN). Lagi, saya tanya jika tanah bermasalah, dijawab ia tidak ada masalah. Tambang yang sudah salah bayar. Masa saya pemilik tanah malah dikorbankan !, ” tambah wanita paruh baya ini menirukan kembali apa yang dikatakan Kepala Kantor BPN Bitung kala itu.
“Bahkan sudah ada jumlah nominal yang keluar (tawaran harga tanah). Tunggu akan dibayar, ini legal bilang tidak usah di ekspose. Tidak usah pakai pengacara, polisi. Legal perusahaan malah menyarankan suruh bikin batal sertifikat di BPN. Masa sertifikat minta dibatalkan, kan harus lewat pengadilan itu. Ini tanah milik kami sejak awal, bukan sertifikat beli. Sekarang mana penyelesaian -nya !, janji akan dibayar,”sembur Neltje blak blakan tertuju pada salah satu legal perusahaan, ia (legal) pun tak dapat menampik dan hanya diam saja.
“Jika ada ketidak sesuaian bukan ranah kami, karena kami mempercayai pemerintah yang ada. Kalo misalnya kedepan ada yang keberatan proses itu diluar kewenangan kami. Kami tidak intervensi, itu kewenangan BPN,” jawab legal perusahaan.
“Saat akan pembebasan lahan lurah mengatakan tanah tidak masalah. Dan benar , tanah sudah kami bayarkan pada pihak lain, yakni keluarga Devi Ondong,” Akui legal menambahkan jika tanah keluarga Loloh-Wantah tidak memiliki warkah.
Selanjutnya ,pihak pemilik lahan kemudian meminta ketegasan, apakah akan dilakukan pembayaran atau tidak. Saat ini, tanah tersertifikat SHM No. 135 dan 136/Pinasungkulan milik keluarga Loloh-Wantah sudah dijadikan fasilitas jalan dan land cliring oleh perusahaan.
Sedangkan tanah tersertifikat SHM No. 149/Pinasungkulan milik keluarga Ludong sudah dieksplorasi dan sudah diambil hasil tambangnya dengan cara open pit mining oleh PT. MSM/PT. TTN, anak perusahaan dari PT. Archi Indonesia, Tbk.
“Mohon kejelasan dan keputusan, mau membayar atau tidak. Jika tidak membayar, tanah akan kami kuasai, dan lapor pidana pada kalian (perusahan). Tanah ini adalah tanah adat Minahasa dan kami pemilik tanah ini apalagi sudah bersertifikat, jadi jangan merampok tanah kami, mana pimpinan perusahaan, kalau yang hadir tidak bisa membuat keputusan kapan bisa selesai urusan ini,” koar para keluarga pemilik lahan sambil menghantam meja pertemuan yang berbunyi sangat keras meminta kejelasan dan kepastian dari pihak perusahaan.
Royke Karundeng personil perusahaan juga membalas memukul meja pertemuan didepannya sambil menyebutkan “ jangan beking kacau, kita juga orang Minahasa jadi kalu mo datang sini secara kekeluargaan mari selesaikan secara kekeluargaan jangan ba ribut.”.
Suasana pun jadi memanas sehingga personil perusahaan Royke Karundeng ditarik keluar dari pertemuan oleh keamanan perusahaan.
Setelah agak tenang bagian Land dan Legal PT. MSM/PT.TTN kemudian meminta waktu untuk menyampaikan hasil pertemuan itu kepada pimpinan perusahaan kemudian akan dilakukan pertemuan kembali dengan pihak pemilik tanah SHM No. 135, 136 dan 149/Pinasungkulan, disepakati oleh kedua belah pihak Selasa (16/05/2023) akan dilakukan pertemuan kembali, untuk tindaklanjuti persoalan tanah dimaksud, dan pihak perusahaan berjanji ada keputusan atas permasalahan tersebut pada pertemuan berikutnya.
Pihak pemilik tanah pun mengatakan jika hari Selasa (16/05/2023) perusahan tidak menepati janjinya maka tanah sesuai SHM No. 135, SHM No. 136 dan SHM No. 149/Pinasungkulan akan diambil alih penguasaannya oleh mereka serta melaporkan perbuatan pidana pengrusakan yang telah dilakukan oleh perusahan.
Pembelajaran (menengok ke belakang) waktu lalu, seperti yang pernah dilakukan oleh warga masyarakat pemilik tanah kepada pimpinan perusahaan yang lama yakni mantan President Director PT. MSM dan PT. TTN Terkelin Purba dan Management Superintendent nya Jocob Tumundo , sampai ditetapkan sebagai Tersangka oleh pihak kepolisian dan akhirnya diresign oleh perusahaan.
(Fds)